1.
Pendahuluan
Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam
kehidupan makhluk hidup, sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus
dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan
demikian pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara
yang sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian
pencemaran udara menjadi sangat penting dilakukan.
Pencemaran udara di Indonesia dewasa ini semakin
meningkat, sumber pencemaran udara berasal baik dari sumber bergerak (alat
transportasi) maupun sumber tidak bergerak lainnya. Pencemaran udara dapat
mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan dan berdampak terhadap kesehatan.
Senyawa gas dalam pencemaran udara diantaranya Karbondioksida, Sulfurdioksida,
Methana, Nitrogendioksida dan berbagai senyawa organik lainnya.
Komponen asap paling berbengaruh terhadap
kesehatan manusia. Asap adalah partikel-partikel yang tersuspensi (kombinasi
antara senyawa-senyawa padat dan cair) yang pada dasarnya terbentuk oleh karbon
elementer dan karbon organik. Partikel yang perlu diwaspadai adalah partikel
yang berukuran kurang dari 10 mikron, karena partikel dengan ukuran tersebut
akan masuk ke dalam sistem pernafasan manusia.
Setiap pengambilan sampel terhadap komponen
lingkungan atau spesimen makhluk hidup adalah merupakan upaya yang mampu
menegakan diagnosa yang lebih tepat pada suatu masalah lingkungan tertentu,
dengan kata lain adalah upaya pembuktian dengan cara uji kebenaran (keakuratan)
yang dilakukan melalui uji laboratorium untuk mendapatkan bukti (evidence
base), yakni data dikumpulkan, ditabulasi, diolah dan
diinterpretasikan tingkat bahaya yang diperoleh, sehingga dapat
sebagai pertimbangan dalam merumuskan
langkah-langkah pemecahannya. Untuk mengetahui perubahan lingkungan yang selalu
terjadi perlu dilakukan upaya pengawasan (pemantauan) secara berkesinambungan.
2.
Tinjauan Pustaka
Pencemaran udara
Pencemaran udara adalah peristiwa
masuknya, atau tercampurnya, polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan
udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas udara
(lingkungan). Pencemaran udara merupakan kehadiran satu atau lebih substansi fisik,
kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak
properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas,
radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara
mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal,
regional, maupun global. Pencemaran dapat terjadi dimana-mana. Bila pencemaran
tersebut terjadi di dalam rumah, di ruang-ruang sekolah ataupun di ruang-ruang
perkantoran maka disebut sebagai pencemaran dalam ruang (indoor pollution).
Sedangkan bila pencemarannya terjadi di lingkungan rumah, perkotaan, bahkan
regional maka disebut sebagai pencemaran di luar ruang (outdoor pollution).
Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap
tersebut berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna,
yang dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan
bermotor. Selain itu, gas dan asap tersebut merupakan hasil oksidasi dari
berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida), CO
(karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).
SO2 Di Udara
Modernisasi dan kemajuan teknologi
telah mengakibatkan jumlah polusi udara terus meningkat yang disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara).
Salah satu polutan yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil adalah
sulfur dioksida (SO2). Seiring dengan meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil,
konsentrasi sulfur dioksida juga terus meningkat.
Selain gas rumah kaca, pembakaran
bahan bakar fosil juga menghasilkan gas SO2 yang merupakan polutan terbesar di
atmosfer. SO2 paling banyak dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
fosil. Di atmosfer, SO2 dapat membentuk partikel-partikel sulfat yang amat
halus melalui proses konversi gas ke partikel. Partikel-partikel sulfat yang terbentuk
dan mengapung di udara tersebut disebut dengan aerosol sulfat. Aerosol sulfat
yang dilepas ke atmosfer diakibatkan oleh emisi alami dan antropogenik. Emisi
alami berasal dari letusan gunung berapi disebut dengan emisi vulkanik. Letusan
gunung Pinatubo di Philipina pada tahun 1991, melepaskan sekitar 14-26 juta ton
SO2 ke atmosfer (CSIRO, 2002). Emisi yang berasal dari aktivitas manusia,
akibat penggunaan bahan bakar fosil pada sektor industri, kebakaran hutan
disebut dengan emisi antropogenik. Di Indonesia, total emisi SO2 pada tahun
1995 sebesar 797 ribu metrik ton (Earth Trends Country Profiles, 2003). Untuk
wilayah Asia, total emisi SOe2 adalah sebesar 55.129 juta metrik ton. Total
seluruh emisi SO2 di dunia sebesar 141.875 juta metrik ton (Earth Trends
Country Profiles, 2003).
Jumlah emisi SO2 yang terus
bertambah akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi SO2 di atmosfer. Pada
konsentrasi tertentu, SO2 dapat menyebabkan penurunan kualitas air hujan yang
diindikasikan melalui pH air hujan. Disamping itu, peningkatan aerosol di
atmosfer akan mengakibatkan peningkatan inti kondensasi yang terdapat di
atmosfer sehingga proses kondensasi pada tetes air (droplet) di udara
meningkat, dan awan yang terbentuk menjadi lebih tebal dan gelap. Akibatnya, radiasi
matahari yang datang ke bumi akan tertahan oleh awan dan dipantulkan kembali ke
angkasa, menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi sinar matahari yang sampai
ke permukaan bumi. Pengurangan radiasi sinar matahari yang terjadi tersebut
disebut dengan global dimming, yang mengakibatkan penurunan temperatur global
di permukaan bumi.
Nitrogen Oksida Di Udara
Nitrogen oksida merupakan suatu gas
yang tidak berwarna dan tidak berbaudan nitrogen dioksida ( NO2) yang berwaran
merah cokelat keduanya sangat penting sebagai bahan pencemar udara. Campuran
dari NO dan NO2 dikenal dengan NOx. Hampir seluruh Nox yang berasal dari
aktivitas manusia dihasilkan dari perubahan bahan bakar fosil baik dari sumber
yang tetap maupun sumber yang bergerak. Secara global tidak kurang dari 100
juta metric ion NOx per-tahun dikeluarkan dari aktivitas tesebut.
Secara alami NOx masuk ke atmosfer
melalui halilintar, proses proses biologisdan sumber-sumber biologis dan
sumber-sumber zat pencemar. NOx dengan konsentrasi tinggi sangat merusak
kualitas udara (Achmad,2004). Sebagian besar NOx masuk ke atmosfer sebagai NO.
Pada suhu yang sangat tinggi terjadi reaksi: N2 + O2 → 2NO
Reaksi ini semakin cepat dengan
kenaikan suhu. Campuran yang mengandung 3% O2 dan 75% N2 yang sering terjadi di
bagian pembakaran mesin mobil menghasilkan 500 ppm NO dalam waktu 30 menit pada
suhu 1315oC dan hanya 0,117 detik pada suhu 1980oC.
NH3 Di Udara
NH3 atau amoniak terdapat dalam
atmosfer bahkan dalam kondisi tidak tercemar. Berbagai sumber antara lain:
mikroorganisme, perombakan limbah binatang, pengolahan limbah, industri amoniak
dan dari sistem pendingin berbahan amoniak. Konsentrasi yang tinggi dari
amoniak dalam atmosfer secara umum menunjukkan adanya pelepasan secara
eksidental dari gas tersebut. Amoniak dihilangkan dari atmosfer dengan
affinitasnya terhadap air dan reaksinya sebagai basa. ini merupakan sebuah
kunci dalam pembentukan dan netralisasi dari nitrat dan aerosol sulfat dalam
atmosfer yang tercemar.
Gas NH3 merupakan senyawa pengotor beracun
yang cukup berperan dalam menghambat proses fotosintesis, penyebab berkurangnya
karbohidrat dan dapat menghambat pertumbuhan Endapannya di atmosfer terus
meningkat dan dapat menyebabkan proses nitrifikasi, yaitu konversi katalitik
dari NH3 menjadi NOx Pendeteksian dan pengukuran Gas ammo-nia (NH3) dapat
dilakukan pada ruangan tertutup maupun terbuka. Pada penelitian ini telah
dilakukan rancang bangun alat yang merupakan prototipe alat pengukur
konsentrasi gas ammonia (NH3) yang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi
gas ammonia (NH3). Sistem instrumentasi yang dirancang dan dibuat dapat
digunakan untuk mengukur konsentrasi gas ammonia (NH3) dengan memasang sensor
di udara. Sensor yang digunakan untuk mengukur konsentrasi gas ammonia (NH3)
Alat untuk mengukur Kualitas Udara
Alat yang digunakan dalam percobaan
ini adalah Midget impinger, tabung penyerap, Low Volume Air Sampler (LVAS),
Pompa penghisap udara (Vaccum pump), flowmeter, Thermometre, Hygrometer, Sound
Level Meter, Anemometer, Stopwatch, Hand Tally Counter, Desikator, Botol /
wadah sampel dan penutupnya serta Plastik polietile, timbangan analitik,
Pinset, Spektrofotometer UV VIS dan kuvet, Pipet serta Labu ukur 100 ml, labu
Erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, Labu ukur 50 ml dan Pipet mikro 1000 µl.
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah absorber NO2, absorber SO2, dan absorber NH3, aquadest, larutan
induk nitrit (NO2-) dan Larutan standar nitrit, larutan induk natrium
metasulfit (N2S2O5), Larutan standar natrium metasulfit, Larutan Pararosanilin
hidroklorida (C18H17N3.HCL) 0,2%, Larutan indicator kanji, Larutan Formaldehyde
(HCHO) 0,2 %, Larutan asam sulfanilic 0,6%, dan Larutan Iodin 0,1 N, larutan
stok ammoniak 1000 µg, Pereaksi A (1 gr phenol, 0,005 gr natrium nitroprusid
NaFe(CN) 5NO.2H2O yang dilarutkan dengan air suling ) dan Pereaksi B (1,5 NaOH,
2 ml NaOCL yang dilarutkan dengan air suling).
Sampling Udara Ambient
Pada tahapan pengambilan udara
dilakukan tahapan persiapan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengambilan
sampel udara ambient yaitu tahap pembuatan larutan penyerap (Absorber) NO2, SO2
dan NH3; Persiapan Filter; dan Pengkalibrasian Pompa Penghisap Udara. Untuk
tahap pembuatan larutan penyerap SO2 yang perlu disiapkan adalah larutan
penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M dilarutkan dalam 10,86 gram merkuri
(II) klorisda (HgCl2) dengan 800 ml air suling kedalam gelas piala 1000 ml.
kemudian ditambahkan berturut-turut 5,69 gram Kalium Klorida (KCL) dan 0,066
gram EDTA (HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O dan kemudian diaduk dampai
homogen. Baru setelah itu dipindahkan dalam labu ukur dan diencerkan hingga
batas tera. Untuk tahap pembuatan larutan penyerap SO2, dimulai dari pembuatan
larutan induk N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida (NEDA, C12H16Cl2N2) 0,1%
.Lalu dilarutkan 0,1 gram NEDA dalam labu ukur 100 ml dengan air suling sampai
batas tera dan disimpan dalam lemari pendingin. Selain itu dilakukan pula pembuatan
larutan penyerap Griess Saltzman, yaitu 2,5 gram asam sulfanilat anhidrat
(H2NC6H4SO3H) atau 2,76 gram asam sulfanilat monohidrat dalam labu ukur 500 ml
dengan 300 ml air suling dan 70 ml asam asetat glacial kemudian dikocok. Untuk
mempercepat pelarutan dapat dilakukan pemanasan baru setelah dingin dilakukan
penambahan 10 ml larutan N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida dan 5 ml
aseton, lalu ditera dengan air suling sampai tanda batas. Sedangkan untuk
pembuatan larutan penyerap NH3, dimulai dengan memasukan 3 ml H2SO4 97% kedalam
labu ukur 1000 ml yang telah berisi air suling ± 20 ml dan ditera sampai tanda
batas. Dari masing-masing larutan penyerap yang telah dibuat disiapkan 10 ml
dalam botol sampel dan diberi kode.
Untuk tahap persiapan filter,
dilakukan penyimpanan filter dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan
kondisi yang stabil, baru kemudian dilakukan penimbangan menggunakan pinset
pada masing-masing filter sebanyak tiga kali pengulangan dan bedakan filter
blanko dengan filter sampel dan diberikan kode agar tidak tertukar. Sedangkan
untuk tahap pengkalibrasian pompa penghisap udara dikalibrasi dengan laju
kecepatan udara 1 L/menit dengan menggunakan flow meter (Flow meter harus
dikalibrasi oleh laboratorium pengkalibrasi).
Setelah semua tahap tersebut
selesai, dilakukan tahap pengambilan sampel udara ambient yang dilakukan di
depan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pukul
09.00 s/d 10.00 WIB. Pengambilan sampel ini dimulai dengan menghubungkan midget
impinger dan LVAS ke pompa penghisap udara dengan menggunakan selang silicon
atau Teflon. Lalu pasang flowmeter pada selang dan pastikan tidak ada kebocoran
pada setiap sambungan selang baik yang berhubungan dengan LVAS dan midget
impinger maupun ke pompa penghisap udara. Kemudian LVAS diletakan pada titik
pengukuran dengan mengguakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan manusia.
Bilas tabung midget impinger dengan aquadest lalu masukan larutan absorber
(NO2, SO2 dan NH3) masing-masing 10 ml ke dalam tabung midget impinger sesuai
dengan gas yang akan diuji. Sedangkan untuk filter sampel dimasukan ke dalam
LVAS holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder. Kemudian
pompa penghisap udara dihidupkan (Power On) dan dilakukan pengambilan sampel dengan
kecepatan laju aliran udara (Flowrate 1 L/menit) selama 1 jam.
Setelah itu, lakukan pengukuran
parameter fisik udara berupa suhu, tekanan udara, kelembaban udara dan
intensitas cahaya, kecepatan angin selama 10 menit serta catat kondisi tempat
penyamplingan dan hal yang dapat mempengaruhi hasil seperti jumlah kendaraan
yang lewat, kegiatan/aktivitas saat pengambilan sampel dan sebagainya. Setelah
1 jam selesai, pompa penghisap dimatikan (Power Off) dan lakukan pengukuran
parameter fisik seperti yang dilakukan diawal pengambilan sampel. Kemudian
pindahkan masing-masing absorber pada midget impinger ke dalam botol sampel
sesuai dengan kode gas yang diuji. Tutup rapat botol dan masing-masing diberi
kode). Bilas kembali dengan aquadest pada masing-masing tabung impinger. Untuk
kertas filter yang ada pada LVAS dipindahkan ke plastik PE, dan beri label pada
wadah tersebut (kode sampel, titik sampling, lokasi sampling, hari sampling,
dan tenaga sampler). Setelah selesai pengambilan sampel, debu pada bagian luar
holder dibersihkan untuk menghindari kontaminasi. Kemasi peralatan dan
selanjutnya sampel gas dan debu dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.
Sedangakan kertas filter dimasukan kedalam desikator dan disimpan selama 24
jam.
Penetapan SO2 Dalam Udara Dengan Metode Pararosanilin
Pada tahap ini dilakukan empat hal,
yaitu standarisasi larutan stok MBS, pembuatan kurva kalibrasi, pengukuran
sampel dan perhitungan. Untuk standarisasi larutan stok MBS, dilakukan dengan
mengambil 10 ml larutan stok MBS ke dalam Erlenmeyer 100 ml, lalu ditambahkan
10 ml air suling dan 1 ml indikator kanji. Dan titrasi dengan larutan iodine
0,025 N hingga timbul warna biru. Lalu dihitung nilai N larutan stok MBS dimana
konsentrasi larutan MBS setara dengan (32 x N MBS X 1000) µg SO 1/ml. Namun,
pada percobaan ini, standarisasi telah dilakukan sebelumnya sehingga tidak
perlu dilakukan tahapan ini. Begitu pula dengan pembuatan kurva kalibrasi yang
menggunakan data base. Sedangkan tahap untuk pengukuran sampel dilakukan dengan
memindahkan sampel ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambahkan masing-masing
1 ml larutan asam sulfanilic 0,6% dan tunggu dampai 10 menit. Setelah itu,
ditambahkan 2 ml larutan formaldehid 0,2 % dan larutan pararosanilin sebanyak 2
ml, lalu ditempatkan hingga batas tera dengan larutan TCM, baru kemudian sampel
dianalisis menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 550nm.
Penentuan Partikulat dan NO2 Udara Ambient Dengan Metode
Griess Saltzman
Tahapan ini dilakukan dua
pengukuran, yaitu penentuan partikulat dengan penentuan NO2 udara ambient.
Untuk tahap penentuan partikulat, dimulai dengan menimbang filter sampel dan
filter balnko sebagai pembanding menggunakan timbangan analitik yang sama
sehingga diperoleh berat filter blanko (B2) dan filter sampel (W2). Kemudian
catat hasil tersebut. Kemudian dilakukan penghitungan volume sampel uji udara
yang diambil (V) dan kadar debu total diudara (C) dengan menggunakan
perhitungan matematika.
Untuk tahap penentuan NO2 udara
ambient, dilakukan pengkalibrasian terlebih dahulu pada larutan standar NO2 dan
kemudian dilakuka analisa menggunakan Spektofotometer UV VIS dengan panjang
gelombang 550 nm. Setelah itu dilakukan pengukuran sampel, dimana sampel yang
diperoleh akan terbentuk warna merah violet jika mengandung NO2 tinggi
dimasukan ke dalam kuvet tertutup dan diukur serapannya pada panjang gelombang
550 nm pada Spektrofotometer UV VIS dan setiap pengukuran harus dikoreksi
terhadap blanko. Bila warna larutan terlalu pekat dapat dilakukan pengenceran.
Setelah didapat kadar nitrit dari sampel, dilakukan perhitungan untuk
konsentrasi larutan standar nitrit dan volume sampel udara yang diambil untuk
mengetahui konsentrasi NO2 di udara ambient mewakili lokasi sampling.
Penetapan Kadar NH3 Dalam Udara Dengan Metode Indofenol
Pada tahap ini dilakukan tiga hal,
yaitu pembuatan kurva kalibrasi, pengukuran sampel dan perhitungan. Untuk tahap
pembuatan kurva kalibrasi sama seperti percobaan penentuan kadar SO2 data yang
digunakan diperoleh dari database sehingga alat tidak perlu dikalibrasi
terlebih dahulu. Untuk tahap pengukuran sampel, dilakukan dengan memipet 4 ml
sampel ke dalam test tube dan disimpan di dalam water bath selama 1 jam dengan
suhu 30oC. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 ml Pereaksi A dan 2 ml Pereaksi
B dan dihomogenkan sampai terbentuk warna biru. Lalu diukur menggunakan
Spektrofotometer dengan panjang gelombang 640 nm.
Analisis Data
a. Volume sampel uji udara yang
diambil (V)
V=(F1+F2)/2×t×Pa/Ta×298/760
V=(2+2)/2×60×738,5/33×298/760 = 113,5L
V= volume udara yang dihisap
F1 = Laju alir awal (L/menit)
F2 = Laju alir akhir (L/menit)
t = Durasi pengambilan sampel uji
(menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata
selama pengambilan sampel uji (mmHg)
Ta = Temperatur rata-rata selama pengambilan
sampel uji
298 = Temperatur pada kondisi normal
25oC (K)
760 = Tekanan pada kondisi normal 1
atm (mmHg)
1. Kadar Debu Total
C(mg⁄(L)=) ((W2-W1)-(B2-B1))/V
= (0.4802-0,4738) – (0.4752-0,4753)/
1052,98
= 6.17 x 10-6 mg /L
C = Kadar debu total
B1 = Berat filter blanko sebelum
pengambilan sampel
B2 = Berat filter blanko setelah
pengambilan sampel
W1 = Berat filter uji sebelum
pengambilan sampel
W2 = Berat filter uji setelah
pengambilan sampel
L = volume udara pada waktu
pengambilan sampel
b. Konsentrasi NO2 Udara Ambient
C= a/V x 1000
C= Konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3)
a= jumlah NO2 dari sampel uji dengan
melihat kurva kalibrasi (µg)
V= Volume udara pada kondisi normal
(L)
1000= onversi liter (L) ke m3
c. Konsentrasi SO2 Udara Ambient
C= a/V x 10/25 x 1000
C = Konsentrasi SO2 di udara
(µg/Nm3)
A = jumlah SO2 dari sampel uji
dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = Volume udara pada kondisi normal
(L)
10/25 = faktor pengenceran
1000= konversi liter (L) ke m3
d. Konsentrasi NH3 Udara Ambient
C= a/V x 1000
C= Konsentrasi NH3 di udara (µg/Nm3)
a= jumlah NH3 dari sampel uji dengan
melihat kurva kalibrasi (µg)
V= Volume udara pada kondisi normal
(L)
1000 = konversi liter (L) ke m3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar